Selasa, 15 Desember 2009

Orang Papua Harus di Perdayakan

Istilah orang papua harus menjadi tuan diatas negerinya sendiri, bukan berarti hanya berada pada masalah kepemimpinan di dalam pemerintahaan saja, melainkan sekecil apapun bidangnya tentunya wajib dikedepankan orang papua untuk menjadi tuan di atas tanahnya sendiri. Seperti sebagaimana yang di amanatkan dalam undang-undang (UU) Otonomi Khusus (Otsus) Papua Nomor 21 Tahun 2001.Jika di cermati satu per satu, bidang-bidang itu meliputi Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur dan Ekonomi Kerakyatan. Pada tulisan ini, bagian yang dirasa perlu untuk dikaji serta di teliti secara baik oleh semua pihak yang berkompoten tanpa terkecuali seperti pemerintah adalah menyangkut bidang Ekonomi Kerakyatan.Salah satu masalah yang hingga kini masih menjadi bahan dasar yang perlu di perhatikan khususnya pada peningkatan ekonomi kerakyatan dapat dilihat secara nyata, hampir di semua daerah di dua provinsi paling tertimur ini baik Provinsi Papua maupun Provinsi Papua Barat, dimana masyarakat local khususnya mama-mama papua secara kaca mata penulis di lapangan, dimana disaat mereka (masyarakat pribumi-red) hendak menjual atau memasarkan hasil pangannya di pasar, sangat nampak sekali tidak mendapatkan tempat yang layak, malah hasil pangannya hanya bisa dijual di dasar tanah. Sedangkan, jika dilihat justru malah hampir sebagian besar masyarakat non local-lah, seperti trans Jawa-Manado dan Makasar menempati tempat jualan yang sangat strategis.Hal inilah yang patut dibilang menjadi tuan diatas tanahnya sendiri, sedangkan fakta dan keadaan di lapangan masih saja seperti begitu dari waktu ke waktu hingga detik ini. Jika perlu bukti, bisa saja di amati hampir di seluruh pasar di Tanah Papua baik kabupaten atau kota di Provinsi Papua maupun Provinsi Papua Barat. Salah satu tempat atau pasar sesuai pantauan penulis beberapa pekan lalu, yakni di Pasar Lama Bintuni Distrik Bintuni Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat dan Pasar Baru Sentani, Distrik Sentani Kabupaten Jayapura Provinsi Papua.Dua tempat pasar tersebut menjadi contoh dari keseluruhan pasar di Tanah Papua. Dimana, hampir sebagian besar masyarakat local menjual hasil pangannya di tempat-tempat yang secara kasar dibilang kurang strategis, misalnya saja berjualan di dasar tanah. Hal demikian, tentunya membuahkan pertanyaan besar bagi masyarakat papua lebih khusus mama-mama papua tersebut. Sampai kapan kegiatan aktivitas oleh masyarakat local di pasar dalam berdagang di tempat yang lebih nyaman, dan sampai kapan pula mama-mama tersebut bisa mendapatkan tempat yang layak di pasar....?Sedangkan kalau dilihat Otsus Papua sudah bergulir selama lebih kurang 7 tahun. Dari bergulirnya otsus hingga sekarang ini, masih saja terlihat orang papua tidak diberdayakan sesuai UU Otsus tersebut untuk menjadi tuan di atas tanahnya sendiri, khususnya di bidang ekonomi kerakyatan. Banyak orang berargumen bahwa menjadi tuan diatas tanahnya sendiri hanya berlaku pada tingkat atas atau dengan kata lain di pemerintahaan saja. Tetapi tidak beranggapan secara positif bahwa dalam berdagang itu juga salah satu dari sekian banyak yang terkandung pada bagian dari bidang ekonomi kerakyatan, yang terasa sangat perlu diberdayakan.Seperti sebagaimana, menurut beberapa mama-mama asli suku Sougb yang berada di kawasan Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat, diantaranya Hana Iba dengan suara setengah kecewa membeberkan bahwa hasil pangan yang dikelolah oleh mereka dalam memasarkan di pasar, mengalami kesulitan. Kesulitan itu, rupanya tidak lain dan tidak bukan adalah tempat penjualannya di pasar. “Saya serta mama-mama lain selalu memilih diam, sebab ketika berkata tentunya tidak ada orang yang bisa mendengarkan suara kami, pada hal kami tahu bahwa ketika kami bersuara pasti anak-anak kami yang ada duduk di Wakil Rakyat (DPRD) bisa memperjuangkan suara kami.”ujar mama Hana.Dirinya sangat kesal, walau ada Wakil Rakyat serta juga ada Bantuan Dana Otsus yang di kucurkan oleh pemerintah yang tengah berjalan lebih kurang tujuh tahun, tetapi tidak membuahkan hasil yang baik, terutama bagi masyarakat local di bidang ekonomi kerakyatan.Ia mengatakan, coba anak (penulis-red) lihat sendiri sekarang kita berjualan harus duduk di lantai dasar pasar, sedangkan tempat-tempat yang strategis paling banyak di dapatkan oleh orang seberang (non local-red). Jika demikian, sudah tentunya Otsus bukan milik kitorang orang papua tetapi miliknya orang non papua. “Jika kalau otsus milik orang papua, kenapa kami bisa berjualan di lantai pasar, sebenarnya tempat-tempat yang sangat strategis itulah yang harus dimiliki oleh orang-orang papua, supaya menjadi tuan di atas tanahnya sendiri dapat tercapai.”sambungnya lagi dengan nada serius.Penuturan mama-mama di Bintuni Provinsi Papua Barat, juga sama halnya dengan apa yang diutarakan oleh beberapa mama-mama yang tengah berjualan di pasar baru Sentani di Provinsi Papua. Salah satu mama yang sempat di tanyai penulis, menuturkan dengan berjualan di lantai dasar pasar, adalah bagian tempat mereka yang nyaman dan abadi.Menurut mama tersebut, prioritas masyarakat local terutama mereka yang berjualan di pasar perlu di perhatikan secara serius oleh pihak penentu kebijakkan, dalam hal ini para pimpinan nomor satu di pemerintahaan.“Ini kami berbicara atas dasar UU Otsus Nomor 21 Tahun 2001, jika kalau kami tidak diberdayakan, kenapa Otsus hingga masuki tahun ke tujuh masih terus bergulir. Sedangkan pemberdayaan masyarakat local saja belum begitu nampak dipermukaan,”tukasnya..!(rosa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar